Minggu
pagi, pukul tujuh kurang kami baru bergegas untuk memulai trekking ke
Pancuran Telu. Jalur yang dilalui adalah jalan setapak sebelah utara Graha
Tectona yang mengarah ke area lokasiwata. Kami melewati jalan hutan, menyebrangi
Sungai Belot yang mengering. Di atas sungai ini, tedapat jembatan gantung
berwarna merah yang sudah tua sekali. Saking usangnya, akses jembatan tersebut
sudah ditutup pagar untuk menjaga risiko keamanan. Kami melewati jalan kecil
semak-semak yang berakhir ke sisi atas sebelah timur lokawisata. Kemudian
melalui jembatan beton yang berada di atas Kali Gumiwang. Dari atas jembatan
ini, saya melihat aliran sungai di bawahnya dengan debit air cukup deras
beserta lanskap lokawisata yang sekelilingnya berwarna kehijauan. Setelah
menuruni tangga, kami naik ke sisi bukit yang menuju ke arah Pancuran Telu. Dari
titik di mana para pedagang berjualan, jaraknya tinggal 200 meter. Kemudian ada
pintu masuk dengan tiket seharga Rp 13.000,- .
Pancuran Telu |
Sumber
air panas pancuran telu memiliki area yang sempit. Lokasinya berada di antara
cerukan bukit. Area ini memiliki kolam rendam, pemandian air hangat, dan area
pijat belerang. Di dekat pancuran ini, terdapat makam Mbah Tapak Angin yang
mitosnya adalah penunggu atau penjaga Gunung Slamet. Menurut cerita lain pula,
petilasan tersebut merupakan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, penyebar agama
Islam di Pulau Jawa yang datang ke tempat ini setelah melihat pancaran cahaya
dari atas langit.
Tidak
lama kami berhenti di tempat ini. Hanya mengamati sebentar, kemudian melanjutkan
trekking menuju ke Pancuran Pitu. Jalur trekking yang sebenarnya pun dimulai.
Tangga menanjak nan berkelok mengantarkan kami ke area hutan yang rapat. Sangat
teduh sekali tempatnya. Pohon-pohon damar tumbuh tinggi puluhan meter. Daunnya
yang menutup bagian atas, menyisakan sedikit ruang cahaya yang masuk. Jalanan
semakin naik. Trek yang dilalui adalah jalanan batuan yang dibuat seperti
trotoar. Bertangga-tangga, sehingga kaki bergerak dengan pola naik turun tangga
yang berulang. Begitu terasa. Beruntung udara di sekitaran terasa segar. Trekking
melewati area hutan ini asik sekali untuk melatih otot kaki. Hutan ini pula
memiliki spesies tumbuhan yang kaya. Banyak tanaman dan bunga yang tumbuh
di sekitaran sehingga kita bisa mengamatinya ketika sedang berhenti sejenak
mengatur napas.
Hutannya ijo royo-royo |
Bunga hutan |
Sampailah
kami melewati titik terakhir. Kami berhenti disana untuk menunggu kawan-kawan
lain yang masih di belakang. Di titik ini, ada pos pemberhentian untuk beristirahat.
Seorang bapak penjual es badheg (air nira kelapa) stand by disana. Si bapak siap menyuguhkan jamuannya kepada kami.
Segarnya es badheg cukup melepas dahaga yang dirasa.
Ada penjual es badheg di hutan. Asik banget kan. |
Tidak
lama, Mba Idah dan Mba Wening pun sampai. Mereka ini luar biasa sekali.
Trekkingnya sambil menggendong anaknya. Sedari kecil udah ngajak anaknya berinteraksi
dengan alam. Keenan sama Yasmin jadi anak gunung nih kalau udah gede. Muka Mba
Wening kelihatan lelah sekali sedikit pucat. Dia langsung istirahat dan minum
es badheg.
Sedang
asik berbincang di tempat ini. Muncullah tiga ekor burung elang tepat di atas
kami. Ini bukan fantasi elang seperti yang terekam di film laga-laga itu.
Hahaha. Burung elang itu beneran keluar dari sangkarnya yang entah ada dimana.
Mengepakkan sayapnya terbang di atas ruang udara. Tidak lama kemudian
menghilang.
Mba
Sista datang membawa makanan untuk kami. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami
makan terlebih dahulu. Menunya adalah nasi bungkus daun jati dengan tumisan klika
(kulit singkong). Warnanya agak kemerahan. Dipadukan dengan oseng tempe ireng
dan telor sambel. Ini kali pertama saya menyantap klika. Rasanya sedikit renyah
hampir seperti rebung. Makanan ini adalah sajian tradisional. Setelah kenyang,
kami melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkot yang disediakan pihak Palawi.
Dari situ, lokasinya dekat dengan jalan raya. Sudah tidak jauh lagi untuk
sampai ke pintu masuk Pancuran Pitu. Sekitar lima menit saja. Baru naik, sudah
turun lagi. Ya lumayan, kalau langsung jalan lagi, bisa sengkil nanti. Sampai
di depan pintu masuk, lanjut trekking lagi sekitar 15 menit untuk sampai
Pancuran Tujuh. Jalannya menurun terus ke bawah.
Mari makan |
Pancuran
Pitu adalah tujuh aliran sumber air panas yang berasal dari puncak gunung. Aliran
ini berwarna kekuningan hasil endapan belerang di saluran air yang dialiri. Ada
juga bekas lumut yang menempel pada bagian batuannya. Airnya cukup terasa
panas. Saking panasnya, biasanya pengunjung mencoba air ini untuk sekedar cuci
muka merasakan airnya. Sedangkan untuk mandi, ada beberapa tempat asik yang
bisa dicoba. Satunya kolam rendam yang letaknya di kamar mandi bilas, air pancuran yang biasa dipakai bilas setelah
pijat belerang, dan Goa Selirang yang memiliki debit air yang cukup deras dari
atas.
Pancuran Pitu - Pijat Belerang - Goa Selirang |
Berendam
merupakan aktivitas yang seru dilakukan di tempat ini. Disarankan untuk
pengunjung agar berendam tidak lebih dari 15 menit. Oya gaes, belerang dipercaya
memiliki kandungan yang efektif untuk mengobati penyakit kulit dan sakit tulang.
Kita dapat juga membeli serbuk belerang yang dijual untuk dibawa pulang. Serbuk
ini bisa dipakai untuk masker kulit. Ini cocok banget buat yang suka perawatan
kulit (biasanya sih perempuan yang lebih aware).
Selain
itu, pijat belerang melemaskan anggota badan sehabis trekking pun menjadi
aktivitas menarik untuk dilakukan. Kita bisa mengeluarkan kocek Rp 10.000,-
untuk pijat kaki saja atau Rp 30.000,- untuk kaki dan badan. Kalau perut lapar,
ada kuliner sate kelinci atau sate ayam yang bisa kita coba disini.
Saya
dan beberapa teman lain turun menuju ke Goa Selirang. Menuju ke goa sekitar 5
menit saja. Nampaklah semacam tebing di pinggiran bukit di mana endapan sulfur yang
nampak apik untuk dieksplorasi. Ada dua tingkatan bukit yang dilaluinya. Yang
satu adalah Goa Selirang, tepat di mana batuan seperti goa kecil, lalu di
bawahnya tebing berwarna kuning keemasan dialiri air yang bertemu dengan sumber
mata air dingin pada aliran Sarabadak.
Kami
mandi-mandi di Goa Selirang. Merelaksasi tubuh dengan hangatnya air yang
membasahi. Air yang mengena ke badan seperti memijat-mijat. Suasana tenang
ditemani suara-suara alam. Badan yang tadi membuang tenaga selama trekking kian
rileks. Sangat asik sekali kegiatan famtrip menjelajah wisata alam yang ada di
Baturraden.
Goa dan Tebing Selirang |
Belum
berakhir begitu saja. Kegiatan sehabis jelajah wisata alam. Kami kembali ke
villa untuk bersih-bersih. Makan siang sudah ditata di atas meja. Menu makanan
sangat menggoda dengan sajian bancakan (liwetan). Ada ayam goreng, tempe tahu,
kluban (urap), lalapan, mie goreng, kerupuk, dan sambelnya yang juara. Asli sambelnya
nampol banget. Semua pada lahap makannya. Saking lahapnya, porsi makanan segitu
banyaknya kan gak abis-abis tapi tetap nguyah. Hahaha. Jadi Palawi juga
menawarkan paket lengkap gaes seperti kuliner tradisional yang menarik sekali
untuk dicoba seperti di gambar ini.
Ku suka sambelnya |
Gak
lama setelah makan, kami beranjak ke labirin. Games cepet-cepetan ambil bendera
di tengah labirin. Kami dibagi empat kelompok. Masing-masing terdiri dari tiga
orang. Games ini cukup membuat goncangan yang membuat perut wegah. Pemenangnya
adalah tim empat. Yaiyalah menang karena mereka sudah ngapalin itu jalur dari
kemarin. Hahaha. Sengat senang, bahagia, asik sekali bisa menginap di Villa Agathis sekaligus
mengeksplore Wana Wisata Baturraden.
Acara
Famtrip Blogger Goes To Palawi Baturraden pada 5 - 6 Mei 2018 diselenggarakan oleh
PT Palawi Risorsis . Maturnuwun Palawi.
Eh, kamu masuk ke Goa Selirang ngga? Apa cuma di mulut goa saja kek Mas Pradna? :D Yayaya...yang menang games kemarin dapat apa, sih? Penasaran inyooong.
BalasHapusMasuk dong sampe ke bibir goanya. Hahaha. Dapet apa yo? piring cantik berisi menu bancakan mba 😂
HapusBerenang di telaga sunyi lagi yuk🙊
BalasHapus