Ketika
hutan Indonesia dapat bercerita, aku ingin mendengarkan tentang keluh kesah dan
keriuhan penghuni hutan yang hidup berdampingan mengikuti hukum alam. Sayang
mereka tidak melakukan itu. Apa yang dapat ku dengar dan rasakan, hanya ketika aku
pergi menyusuri hutan. Melihat pepohonan seolah menyapaku. Kemudian suara air mengalir
dari hulu gemericik menghiburku dengan riaknya. Pun hewan-hewan yang bernyanyi
memamerkan suara mereka. Ada yang nyaring, ada pula yang malu-malu mendesis.
Entah ini sinyal pesan yang positif. Atau aku saja yang teramat sok menerka-nerka
pesan tersebut.
Kali
ini aku ingin membagikan ceritaku ketika berkunjung ke Taman Nasional Baluran,
sebuah area preservasi yang memiliki pesona hutan savana dengan bermacam
habitat flora dan fauna yang digadang sebagai lanskap Afrika dari Tanah Jawa.
Taman
Nasional Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa
Timur. Memiliki area seluas 25.000 hektar. Sesuai peruntukannya yang dibagi
menjadi beberapa zonasi diantaranya zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan
intensif, zona pemanfaatan khusus, dan zona rehabilitasi. Untuk memasuki
kawasan ini, pengunjung lokal cukup membayar tiket masuk sebesar Rp15.000 saat
hari biasa, sedangkan hari libur menjadi Rp17.500. Pihak pengelola taman
nasional ini tidak menyediakan akses angkutan umum untuk wisatawan dari pintu
masuk Batangan yang jaraknya cukup jauh
untuk sampai ke area savana ataupun pantai.
Ekspresi
awal ketika memasuki wilayah konservasi ini, saya langsung membatin terkait
infrastruktur jalan yang rusak. Mini bus yang saya tumpangi melewati area
hutan sepanjang 12 kilometer. Area pertama
yang kami lewati ini merupakan hutan tropis yang menghijau sepanjang tahun atau
disebut evergreen forest. Pepohonan
tumbuh meninggi dan berdaun lebat. Cahaya matahari sedikit saja membayangi
jalanan di bawahnya. Mereka meneduhkan jalanan hingga ratusan meter. Diantara pohon-pohon
itu ada pohon manting, asam, gebang palem, widoro bukol dan bermacam flora
lainnya tumbuh subur di area ini.
Sesekali
suara unggas terdengar seolah menyapa kedatangan manusia-manusia pemburu
keindahan. Di balik semak dedaunan tampak sesuatu yang bergerak. Entah ayam
hutan, burung merak atau jenis unggas lainnya yang menempatinya. Secara
misterius mereka beraktivitas di area hutan Baluran. Unggas memang hidup penuh
privasi. Mereka membangun rumah sarang tinggalnya di tempat yang sepi atau
jarang dijamah manusia juga hewan predator lainnya agar eksistensi mereka tetap
ada.
Setelah
satu jam lamanya, saya tiba di area savana. Di tepi jalan, kera ekor panjang
mulai menampakkan diri. Rupanya mereka mendiami wilayah di dekat savana. Primata
ini tergolong hewan yang mampu berdampingan dengan manusia. Tidak jarang kera-kera
tersebut mencari makanan dari para wisatawan yang berhenti di lokasi ini. Ada
yang merampas makanan dari pengunjung. Begitupun pengunjung tak sedikit yang
memberi makanan. Lantas apakah kemampuan mencari makan mereka berubah. Tadinya
yang mencari makanan di hutan, namun sekarang suka dengan kehadiran wisatawan
yang datang. Entah, aku hanya berpraduga.
Area
ini terdiri dari penginapan, menara pandang, kantor polisi hutan, area
konservasi dan breeding. Biasanya
pengunjung berhenti di lokasi ini sebelum menuju ke pantai. Aktivitas yang
dapat dilakukan adalah melihat matahari terbit dari menara pandang sembari
menikmati lanskap Baluran dari ketinggian, selain itu mengunjungi area
pembiakan semi alami banteng jawa yang populasinya kian terancam. Aku pun tidak
menghilangkan kesempatan itu. Melihat banteng jawa yang diisolasi di dalam
kandang. Banteng inilah yang akan melahirkan spesies baru agar keberadaan
mereka semakin bertambah. Semoga!
Aku
mengamati savana Bekol. Terdapat pajangan tengkorak entah banteng atau kerbau
liar di sisi sudutnya. Hamparan seluas 300 hektar ini ditumbuhi rerumputan. Beberapa
pohon tumbuh menjarang seperti pohon acacia
nilotica, pilang, dan widoro bukol. Savana ini dihuni bermacam mamalia
seperti banteng jawa, kerbau liar, rusa, kijang, ajag, babi hutan, macan tutul,
dan sebagainya. Tempat ini juga sebagai sumber makanan hewan herbivora pada
saat musim kemarau tiba.
Di
ujung savana, Gunung Baluran menyatu dengan lanskap Bekol sangat mengagumkan.
Gunung setinggi 1.247 mdpl yang berstatus tidak aktif ini memiliki kaldera yang
tampak pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian lerengnya, jurang yang
membelah punggungan gunung seperti cerukan. Terdapat Lembah Kacip yang berada
diantara celah Gunung Baluran. Lokasi ini merupakan hutan musiman di mana
terdapat habitat burung langka seperti elang jawa, rangkong dan cekakak batu.
Sekawanan
rusa berlari dari arah pepohonan menuju ke padang savana. Tidak mau kalah
dengan kerbau liar yang sudah memasuki area itu sedang menyantap rumput. Saat
kendaaran yang saya tumpangi lewat hendak menuju ke Pantai Bama, kerbau-kerbau
itu lari ke arah tengah savana. Seolah terancam akan kehadiran mesin besi yang
berjalan di sekeliling mereka. Kerbau liar itu sepertinya sehabis berkubang. Terlihat
bekas tanah menempel pada bagian kulitnya yang menghitam pekat. Melihat
hewan-hewan tersebut beraktivitas secara alami di area itu merupakan momen yang
sangat berkesan.
Tidak
jauh dari savana, Pantai Bama dapat ditempuh sejauh 3 kilometer. Pantai ini
berpasir putih dengan ombak cukup tenang. Lagi-lagi saya menemui kera ekor
panjang berkeliaran. Saling berkejaran bahkan berlawanan mempertahankan daerah
kekuasaannya. Wisatawan yang sedang makan di warung pun tak jarang yang diambil
makanannya. Begitulah primata ini mencoba berinteraksi kepada para pengunjung.
Aktivitas
yang dapat dilakukan di sekitaran Pantai Bama diantaranya bird watching di area hutan, mengelilingi hutan bakau yang terdapat
di sepanjang bibir pantai, ataupun melihat pesona bawah laut yang ditumbuhi coral dan bermacam ikan hias. Spesies
burung yang sering ditemui seperti pelatuk ayam, raja udang biru, cangak laut,
bangau tong-tong, dan lainnya. Sayangnya, ketika saya kesana tidak menemukan
aktivitas burung-burung tersebut. Waktu kunjungan yang kurang tepat pada saat menjelang
siang hari. Kawanan burung sepertinya sedang berkeliaran mencari makan.
Pentingnya
area konservasi diharapkan mampu dijadikan sebagai ekosistem alami yang bebas
dari deforestasi. Dari Taman Nasional Baluran, saya melihat gambaran tentang
pesona hutan Indonesia. Dari hutan hijau tropis, hutan pantai, hutan payau,
padang savana, hutan mangrove, hutan musiman dapat ditemui di lokasi ini.
Keanekaragaman hayati yang kaya. Ekosistem yang masih asli. Area ini pula
bermanfaat untuk melestarikan populasi banteng jawa yang statusnya kian
terancam punah melalui upaya pembiakan semi alami. Selain itu, menjadi sumber
penelitian flora dan fauna yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan
pendidikan.
Saya
kemudian tersadar, biarlah kawasan konservasi ini tidak memiliki akses jalan
yang mulus agar habitat yang ada selalu lestari. Biarlah kawasan ini tetap
seperti apa adanya sebagaimana alam mempunyai mata rantainya sendiri. Sebab
ketika jalanan yang ada disana mulus, tidak menutup kemungkinan pengemudi akan
melajukan kendaraannya dengan kecepatan maksimal. Hal itu tentu dapat
mengganggu ekosistem fauna yang ada disana. Saya berharap semoga hutan Baluran tetap terjaga
hingga anak cucu kelak masih dapat melihat pesonanya yang indah dipandang mata.
0 komentar:
Posting Komentar