
Trekking ke Sunan Ambu - Sunrise Spot Kawah Putih Ciwidey

Selamat Hari Blogger Nasional, kawan-kawan blogger. Semoga tetap konsisten ya berbagi informasi yang bermanfaat dalam karya tulisan. Kali ini saya ingin berbagi kisah perjalanan bulan sepuluh tahun 2022. Tepatnya saat libur tanggal merah memperingati Maulid Nabi dua minggu lalu. Saya kembali mengunjungi wisata yang ada di sekitaran Ciwidey, Bandung. Dua tahun sebelumnya saya pernah menginap di eMTe Highland Resort yang lokasinya berseberangan dengan pintu masuk Kawasan Wisata Alam Kawa Putih.
![]() |
Part time jadi pawang |
Saya memulai perjalanan dari Cilamaya Karawang. Menaiki angkot biru menuju ke Simpang Jomin. Lanjut berpindah angkot menuju Cikopo. Dari Cikopo, saya naik bus Primajasa jurusan Cikarang - Bandung seharga Rp40.000. Saya turun di terminal Leuwi Panjang. Sayangnya, naik transportasi publik ini membuat perjalanan menjadi lebih santai dan lama sampainya karena bus keluar masuk tol di Purwakarta dan sesekali masuk ke rest area untuk mengangkut/menurunkan penumpang. Pengalaman naik transportasi umum ini saya tuliskan disini. Saya berangkat dari kost sekitar pukul 8.30 pagi. Kondisi Tol Cipularang saat itu cukup padat pula dipenuhi mobil berplat B. Cuaca mendung menyelimuti langit di sepanjang jalan tol. Setibanya di terminal Leuwi Panjang jam 12 siang, saya langsung pesen grab menuju ke Sate Jando Gasibu.
Udara Bandung siang itu mendung putih kelabu. Hawanya tidak pengap seperti di Karawang. Terasa adem meskipun di luar pas siang bolong. Bisa jadi karena relatif banyaknya pohon di sempadan jalan. Ditambah banyaknya ruang publik yang tersedia. Sampainya di Sate Jando, saya bertemu dengan Fajar yang sudah datang lebih dulu. Ia mengantre disana sedari jam 11 kurang.
Mula cerita, kami sudah mengagendakan untuk hiking ke Sunan Ibu sedari lama. "akhirnya kejadian juga ya Jar." Sebelum berangkat, kami mengisi perut lebih dahulu. Sedikit informasi, Sate Jando ini pernah viral di sosial media. Hampir selalu ramai pengunjung. Tersedia menu sate jando (lemak sapi), sate sapi dan sate ayam. Saya mencoba sate campurnya. Dengan baluran bumbu kacang yang agak pedas manis, tentu lezat rasanya. Bakul sate ini buka hingga jam 5 sore. Siap-siap untuk antre lama ya, terlebih saat weekend. Antriannya mengular.
Perjalanan pun dimulai. Kami melewati Margaasih, nyebarang tol ke arah Taman Kopo Indah, berhenti sebentar di Masjid Jami Nurul Huda, lanjut ke arah ke Stadion Jalak Harupat, sampai di Soreang dan terus melaju ke Pasir Jambu. Kontur jalanan semakin menanjak kala memasuki area Ciwidey. Beruntungnya cuaca di perjalanan sangat mendukung. Berdasarkan prakiraan cuaca, hujan akan turun sore menjelang malam hari. Awan putih sudah menyelimuti kolong langit di atas kami. Udara semakin terasa dingin mengenai kulit. Satu jam setengah laju perjalanan dengan motor matic Beat Street. Kami tiba di Reddoorz near Kawah Putih Ciwidey sekitar pukul tiga sore. Ulasan mengenai penginapan bisa kalian baca disini.
Singgah sebentar menaruh barang. Istirahat sejenak meregangkan badan. Melihat pemandangan di balkon belakang. Rumah-rumah penduduk diantara lembah perbukitan yang berundak. Cukup menarik untuk difoto. Meski menurut Fajar, pemandangan itu pun udara disana hampir sama seperti di sekitar rumahnya di Cianjur. Membuat malas bergerak karena dingin. Hahaha.
Selepas ibadah sholat ashar lanjut pergi menuju ke penangkaran rusa Ranca Upas. Sore sekitar pukul empat, masih banyak pengunjung yang masuk ke kawasan penangkaran ini. Dengan bus, mobil pribadi juga kendaraan motor. Tak sedikit dari mereka membawa peralatan camping dengan tas gunung. Di gerbang pos, petugas menagih tiket masuk. Dua orang dengan kendaraan motor dipatok sebesar Rp58.000. Tarif ini berbeda apabila kalian hendak berkemah. Selain penangkaran rusa, disana ada juga onsen, igloo camp dan penginapan ala-ala cabin di bawah rindang pepohonan.
![]() |
Jalan tapak di penangkaran. Rumput ijo-ijo aja estetik. |
Masuk ke area penangkaran, kalian akan menaiki bangunan semi permanen kayu. Di dalamnya, kita bisa membeli wortel untuk memberi makan rusa. Harga satu ikatnya 10 ribu. Ada juga yang dijual seharga 20 ribu. Jadi bangunan ini seperti ruang balkon memanjang sebelum menurun masuk ke penangkaran. Seketika turun dari tangga. kawanan rusa timor akan reflek mendekati kita apabila membawa wortel. Seolah wortel sudah menjadi menu favorit sehari-hari mereka. Sangat lahap sekali. Satu potongan wortel bisa dilahap dalam sekejap saja.
Rusanya ada yang bertanduk. Kalau diamati seperti ranting kayu. Bercabang meruncing ke bagian atas kanan dan kiri. Bagus bentuk polanya. Ada yang lapuk juga loh ternyata. Bisa jadi sudah berumur atau karena rusa jantan suka adu kekuatan dengan tanduknya. Beberapa ada yang kulitnya terluka. Jadi menurut informasi yang saya baca, rusa bertanduk itu yang jantan, begitu kebalikannya rusa betina tidak memiliki tanduk. Bulu rusa berwarna sama seperti warna bajing/tupai. Lebih dominan kecoklatan.
Saat kami disana, sebagian rusa ada yang duduk bersantai. Seolah mager-mageran memejamkan mata. Ada pula yang mengejar wortel di tangan wisatawan. Lalu ada yang dijadikan obyek foto oleh wisatawan. Dan mereka punya insting. Jika diajak foto tanpa diberi wortel, mereka akan cuek dan tak acuh dengan pengunjung yang mendekatinya. Berbeda dengan wisatawan yang memberi wortel, mereka akan welcome untuk diajak berfoto. Berkunjung Ranca Upas seru sekali. Terlebih jika membawa anak-anak untuk berinteraksi dengan hewan yang cenderung jinak ini. Namun tetap hati-hati ya, mereka juga bisa agresif menanduk pengunjung. Saya melihat ada wisatawan yang dikejar dan ditanduk hingga tergopoh.
Di pematang sekitar penangkaran, padang rumput berparas kehijauan tumbuh sangat alami sekali. Pohon-pohon tumbuh rapat di perbukitan yang nampaknya kabut semakin pekat. Terbawa angin. Bergerak dramatis. Tentu kalian pernah melihat kabut yang menambah suasana semakin terasa syahdu. Momen sendu yang saya saksikan kala sore itu. Beberapa tenda berwarna-warni terpasang di padang rumput dekat pepohonan nan jauh sana.
Lama kemudian, titik-titik air membasahi tanah Ranca Upas. Hujan lebat membuat rembesan air hujan menguapi aroma bau tanah. Mungkin ditambahi campuran bau kotoran rusa pula. Beruntungnya tereduksi dengan oksigen juga tanaman yang tumbuh subur disana. Udaranya jadi segar nan sejuk. Hawa dingin menjulur ke sekujur kulit. Setengah jam sudah, derasnya titik air yang jatuh mulai merintik. Kami pun menunggu momen hujan di kala senja. Suasana makin damai saat bersama nuansa alam.
Ketika hujan mereda menjelang masuk waktu maghrib. Kami keluar taman penangkaran. Mlipir sebentar ke warung kopi gunung. Kafe estetik diantara pohon-pohon tinggi besar. Kabut sehabis hujan dengan rintik sedu mendayu gelap malam yang akan tiba. Kami minum kopi sebentar untuk menghangatkan badan. Segelas kopi dan sepiring mendhoan. Lantas hujan mendera kembali dengan intensitas yang semakin deras. Menunggu satu jam lamanya namun tak kunjung reda. Akhirnya kami menerobos rintik yang tersisa sedikit. Nyatanya perkiraan kami salah besar. Jalan ke bawah dekat penginapan, hujan justru masih turun amat deras. Pakaian dan sepatu kami basah kuyup karena hanya memakai jas hujan satu dibagi dua. Saya memakai bagian atasnya. Sedang Fajar memakai bagian celananya. Masih ada untungnya, ada air hangat di penginapan.
Sekian cerita saya berkunjung ke Ranca Upas. Mari menunggu kisah perjalanan berikutnya ke Sunan Ibu. Selamat malam.
![]() |
View Papandayan dari Taman Edelweiss |
Gue cuma jawab, "lah emang kenapa? lagi gue juga tektok, gak camping di atas. Lagi juga Papandayan juga trek pendek, rame yang kesana. Kecuali gue camping ke puncak ya, itu mah emang baiknya ramean ya."
Agenda trekking ke Papandayan ini udah lama banget masuk ke wishlist destinasi #DiIndonesiaAja. Selain pengen nyobain KA Cikuray yang baru diresmikan jalur keretanya di Maret tahun ini. Buat kalian warga Jabodetabek, mau ke Garut bisa banget naik kereta ini. Sayangnya jadwal perjalanan kereta ini masih satu kali perjalanan dan jadwalnya kurang fleksibel. Berangkat dari Pasar Senen 17.55 pas maghrib sampai di Garut itu pukul 00.53 dini hari. Sedangkan jadwal keberangkatan dari Garut pagi banget pukul 07.05 dan sampai di Pasar Senen 13.32 siang. Jadi kalau kalian mau kesana, minimal meluangkan waktu 3 hari atau bisa saja dua hari namun pulangnya naik dari Stasiun Leles dengan kereta Serayu.
Di Garut gue nginep di Pondok Kost Aulia, booking online di Traveloka. Ini rumah kost-an. Untungnya gue udah konfirmasi ke pemilik kost bakalan sampe tengah malam. Dan bener gue baru sampe sana jam 1 malam. Rumahnya udah ditutup pagernya. Akhirnya gue nunggu di sofa depan rumahnya dan gak lama bapaknya kebangun soalnya gue telepon berkali-kali, sorry banget ya pak.
Niatnya mau jalan sehabis subuh, eh baru keluar penginapan jam 9. Ngegojek ke tempat penyewaan motor lalu cus ke arah Papandayan. Dari pusat kota sekitar satu jam untuk sampai kesana. Aspal jalanan kota ini terbilang kurang baik sebab banyak jalan-jalan yang ditambal dan tidak sedikit yang berlubang. Terlebih ketika memasuki jalan pertigaan ke kanan, desa tepat di bawah kaki Papandayan, jalannya banyak yang kurang alus atau layak. Hanya beberapa ratus meter memasuki kawasan wisata saja yang jalannya mulus.
Wisata Gunung Papandayan terbilang ramai siang itu. Banyak rombongan ibu-ibu naik bis. Dan melasnya, bisnya gak nanjak sampai ke area parkiran. Jadi lah mereka jalan sampai ke area parkiran. Dan gue sampai sekitar pukul setengah sebelas siang. Setelah membayar retribusi seharga Rp30.000 untuk pengunjung nusantara, ditambah biaya masuk roda dua Rp14.500. Jadi total biaya masuk ke gunung ini sebesar Rp44.500.
![]() |
View Papandayan dari Menara Pandang |
![]() |
Jalur pendakian menuju Kawah - sebelah kanan ada Tebing Sunrise |
Lepas setelah makan, saya ibadah sebentar dan setelahnya menuju ke taman edelweiss yang dibudidayakan dengan beberapa bunga-bunga dan pohon cantigi. Tamannya berada dekat dengan cottages/penginapan. Terdapat pula masjid, toilet dan gazebo untuk bersantai.
Udara disana segar sekali tentunya dengan kualitas air yang bersih pula. Saya merasa betah sekali, meskipun masih berada di bawah, pemandangan di sekitaran yang juga sangat indah memanjakan mata.
Tepat jam 12 lebih sekian menit, saya mulai berjalan santai menuju ke atas. Jalanan aspal menanjak sedikit berakhir ke jalanan tanah pegunungan. Matahari cukup terik kala itu, namun awan sedikit menutupi setengah bagian atas area disana. Saya merasa hangat dan angin yang berhembus memberi suasana kesejukan. Di sisi bawahnya, langit biru sedikit memberikan warna langit menjadi kontras. Saya trekking sendiri dan bersama pendaki lain yang hendak berkemah. Pengunjung lain tak sedikit juga yang tektok untuk sekadar melihat-lihat kawah.
Tebing batuan yang di peta disebut dengan Tebing Sunrise ada di sebelah kanan. Bekas kontur gunung yang sudah runtuh menyisakan sedikit bagian menjulang ke atas. Aliran air gemericik di sela-sela antara celah gunungan yang berasal dari kawah atau hulu gunung. Bekas belerang tampak ada dimana-mana. Bekas lubang kawah kecil pun masih tampak terlihat menganga. Ada banyak sekali. Sementara cerukan gunung di ujung kiri tampak lebih panjang mungkin di sisi itulah puncak gunung ini berada. Warna coklat kehijauan, kokoh dan membentengi kawah.
![]() |
Trek pendakian menuju ke Kawah & Bunderan |
![]() |
Hutan Mati |
Disini saya bertemu beberapa pengunjung yang hendak kemah ke Pondok Saladah. Kalau di peta, Pondok Salah bersebelahan dengan hutan mati letaknya. Tidak terlalu jauh jaraknya. Saya mengabadikan foto dan momen sebentar di hutan mati. Sembari berjalan, terus mengarahkan kaki menuju Pondok Saladah. Lurus terus ke depan lalu berbelok ke arah kanan. Disini, tumbuhan pakis dan pohon-pohonnya lebih rapat. Suasana gelap nan sepi pun terasa sekali. Setelah berjalan, terus mengikuti jalurnya, akan menemukan arah ke Pondok Saladah. Akan mulai banyak tumbuhan edelweiss dan tumbuhan khas ketinggian lainnnya. Betul saja tak jauh, sampai juga saya di Pondok Saladah. Sebuah area tanah lapang yang luas. Tempat para pendaki mendirikan tenda untuk bermalam sebelum melihat sunrise di Tegal Alun, ladang edelweiss terbesar di Asia Tenggara.
![]() |
Pondok Saladah |
![]() |
Trek dari Hutan Mati menuju Pondok Saladah |
![]() |
Kawah Papandayan yang memencar dimana-mana |
![]() |
Lanskap Kaldera Toba dari Tele |
![]() |
KMP Ihan Batak |
![]() |
Tiba di Pelabuhan Ambarita |
![]() |
Masjid Al-Hasanah |
Selesai ibadah, kami berangkat ke Menara Pandang Tele. Perjalanan ke Tele, topografi yang dilalui adalah perbukitan dengan tanaman rerumputan dan sebagian pohon besar. Jalan yang dibangun berkelok-kelok mengikuti punggungan bukit. Tampak Pusuk Buhit meninggi nan cantik. Saya terkagum dengan lanskap yang terpampang disana.
Tak lama kami sampai
di Spot Tele. Dari sini, kami memandang Pulau Samosir dari arah barat yang
menghadap ke Bukit Sibea-bea. Pada sisi kanan, bukit yang megah meninggi dan
tampak datar pada bagian atasnya. Pada satu bagian di bawahnya, terdapat sebuah
air mengalir jatuh tepat diantara apitan bukit. Pemandangannya sangat indah
sekali.
Destinasi selanjutnya menuju ke Bukit Sibea-bea. Lokasi ini viral di media sosial karena lanskapnya yang apik. Pengembangan wisata religi sedang dibangun yakni Patung Yesus sebagai atraksi yang melengkapi pesona Danau Toba dari Kecamatan Harian. Akses jalan yang berkelok-kelok di atas bukit menjadi spot yang menarik pula untuk menangkap momen. Lagi-lagi saya terkagum dengan Wonderful-nya Indonesia di Tanah Toba.
![]() |
Pengunjung sedang berfoto di depan Patung Yesus |
![]() |
Air Tejun Efrata |
Seharian mengelilingi Pulau Samosir memberikan pengalaman indah dalam hidup saya. Bahkan saya ingin sekali untuk kembali lagi ke Danau Toba. Mengunjungi destinasi lainnya yang belum sempat saya singgahi. Toba tak hanya sebongkah Pesona Indonesia di Pulau Sumatera, namun lebih dari sekadar itu. Toba berpotensi maju menjadi destinasi yang berkelas jika dikemas dengan baik dan tepat. Pada akhirnya Toba akan mewarisi alam budayanya bagi wisatawan dunia.
![]() |
Patung Yesus Kecil Bukit Sibea-bea |
![]() |
Jalanan berkelok Bukit Sibe-bea |
Danau Toba tak
sekadar menyajikan pemandangan alam yang biasa. Lanskap Kaldera Toba tidak
diragukan lagi keindahannya. Dari sisi manapun wisatawan berpijak, pengunjung
bisa mendapatkan sudut pandang yang berbeda-beda. Budaya yang ditawarkan pun
sangat menarik. Kearifan lokal dan budaya Batak melekat berdampingan dengan
kehidupan masyarakatnya. Masyarakat yang tersebar di tujuh kabupaten sekitaran
Danau Toba sejak dulu melestarikan tradisi leluhur mereka sehingga Heritage of Toba dapat eksis di masa
kini hingga untuk generasi selanjutnya.
![]() |
Pemandangan Danau Toba dari Bukit Sibea-bea |
Pesona Danau Toba sebagai warisan dunia semakin nyata dengan label “UNESCO Global Geopark” pada tanggal 2 Juli 2020. Sertifikasi tersebut menjadi langkah awal yang positif untuk menyusun strategi pengembangan destinasi yang akan diterapkan. Dengan adanya pengakuan ini, Danau Toba diharapkan akan semakin berkembang. Menyolek potensinya dengan peningkatan sumber daya manusia yang berdaya saing. Berinovasi dan berkreativitas sebagai destinasi super prioritas. Mempersiapkan destinasi yang ada di Danau Toba sebagai pilihan tujuan wisata yang memikat. Lantas kemudian bersiap untuk menjadi destinasi global yang berkualitas dan berkelanjutan.
Konsep pariwisata
berkualitas dan berkelanjutan merupakan hal penting yang harus diterapkan. Konsep
ini mengacu keberpihakan akan lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi agar
berjalan secara beriringan dan seimbang. Hal ini merupakan wujud gagasan Sustainable Development Goals (SDGs)
yang telah disepakati negara-negara dunia. Bertujuan untuk menjaga eksistensi
pariwisata masa kini, masa depan dan untuk generasi mendatang.
Setelah ditetapkan menjadi
salah satu destinasi super prioritas oleh pemerintah melalui Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Berbagai pengembangan dilakukan sampai dibentuk
suatu Badan Otoritas Pengembangan Danau Toba (BOPDT) untuk mengelola destinasi
yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi lokal. Aksesibilitas, amenitas,
kualitas sumber daya lokal, industri kreatif, dan atraksi wisata digeber dalam
beberapa tahun terakhir. Keseriusan pemerintah menggarap Danau Toba dilakukan
sebagai upaya untuk mempersiapkan Danau Toba sebagai destinasi wisata yang
berkualitas dan berkelanjutan.
Strategi pengembangan
Danau Toba oleh pemerintah sudah cukup baik meskipun belum memberi keuntungan
yang optimal. Upaya tersebut diantaranya dimulai dengan penguatan konektivitas
dan infrastruktur dengan dibukanya Bandara Internasional Silangit. Pembangunan
dermaga dan penyediaan kapal penyebrangan KMP Ihan Batak. Pengembangan wisata
nomad yang menyasar milenial dengan wisata glamping dan desa wisata. Strategi
tersebut dilakukan agar tetap menggenjot geliat pariwisata di kancah nasional.
Upaya pemerintah
sempat mengalami tantangan dengan munculnya wabah Coronavirus. Wabah ini
berdampak pada anjloknya kuantitas wisatawan lokal maupun mancanegara. Yang
mana mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada lini bisnis pariwisata. Pemerintah dengan
sigap membangkitkan kembali gairah sektor ini. Kiat yang dilakukan seperti Beli
Kreatif Danau Toba yang mengkampanyekan Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia untuk menyelamatkan para pelaku ekonomi kreatif dalam menghadapi
pandemi. Selain itu, penerapan protokol CHSE yakni kebersihan (cleanliness), kesehatan (health), kemanan (safety), dan kelestarian lingkungan (environment sustainability) pada suatu destinasi wisata merupakan
hal yang wajib diterapkan sehingga pelaku wisata dan wisatawan dapat
beradaptasi di era pandemi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan rasa aman,
nyaman, dan pulang dengan membawa kenangan yang berkesan.
Kampanye berwisata
dengan tagar #DiIndonesiaAja pun turut digaungkan untuk membangkitkan gairah
sektor pariwisata Indonesia pasca pandemi. Potensi wisatawan domestik memberi
semangat baru terhadap pelaku wisata dan ekonomi kreatif. Meskipun turun sebanyak 30% dari tahun 2019,
total wisatawan lokal pada tahun 2020 sejumlah 198.246.000 adalah peluang yang sangat
menjanjikan. Strategi ini diharapkan akan memberikan hasil yang positif. Namun
yang perlu dihadirkan adalah strategi ciamik apa yang harus dipromosikan
sehingga mampu menarik pasar wisatawan domestik yang sebelumnya suka bepergain
ke luar negeri menjadi beralih untuk menjejalah destinasi dalam negeri.
Terlebih Indonesia memiliki segudang destinasi apik yang tersebar di seluruh
penjuru negeri.
Point of interest Kaldera Toba terdapat pada suguhan alam dan budayanya. Pada kesempatan berkunjung ke Danau Toba pada Bulan April lalu, saya melewatkan kesempatan melihat lanskap Tao Toba dari sisi barat secara keseluruhan. Sebelumnya saya melihat ulasan di Google Maps yang menunjukkan foto masing-masing destinasi yang ada disana.
Menurut saya, jalur pendakian dari sisi barat menawarkan wisatawan dengan pemandangan yang luar biasa jika dieskplorasi. Pendakian ini ditujukan kepada pegiat wisata alam khususnya wisatawan milenial. Pengembangan jalur pendakian dapat dibuat dari titik awal Paropo, Pulau Silalahi, berlanjut ke Bukit Pemandangan Pulau Tulas, kemudian ke Pusuk Buhit, mengarah ke Sibea-bea, Bukit Holbung, Batu Maroppa, berakhir di Bukit Sipatungan. Jalur pendakian dikombinasikan dengan melewati punggungan bukit, jalan pedesaan, dan ladang pertanian warga. Dibutuhkan pula, pembangunan shelter untuk tempat beribadah dan tempat istirahat di setiap spot tertentu.
Jika dirunut dari Google Maps, jarak antara Paropo menuju ke Sipatungan membutuhkan waktu selama 20 jam perjalanan dengan jarak tempuh 91 km. Sedangkan jika diambil dari titik Bukit Pulau Tulas akan membutuhkan waktu 11 jam perjalanan dengan jarak tempuh 46 km. Jarak ini merupakan estimasi sementara karena jalurnya masih menggunakan acuan jalan raya.
Hal yang akan didapatkan wisatawan selama melewati jalur pendakian diantaranya akan menemukan keragaman pesona wisata Danau Toba baik dari segi alam, budaya, sosial, kuliner, dan tentunya pengalaman yang sangat berkesan. Apalagi kontur perbukitan di area ini masih tergolong bersahabat untuk didaki wisatawan dengan rata-rata ketinggian bukit mencapai 1.000 – 2.000 mdpl.
Dengan dibangunnya jalur pendakian tersebut akan mendorong peran aktif masyakarat lokal agar bekerja sama, menumbuhkan kreativitas dan inovasi wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada dengan baik sehingga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar.
Sektor pariwisata tumbuh berkualitas dan berkelanjutan jika didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Sedangkan sumber daya manusia dapat menjadi unggul jika berproses dan terus dididik dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan tersedianya ruang kreatif untuk penduduk lokal di Kawasan Danau Toba sebagai tempat masyarakat dan wisatawan saling belajar, bertukar pikiran, mengembangkan ide, inovasi dan kreativitas.
Dengan munculnya fasilitas publik yang mendukung dan adanya fasilitator penggerak maka akan berdampak baik untuk menghasilkan pelaku wisata dan artisanal yang handal. Ruang kreatif ini nantinya dapat dijadikan semacam lokasi workshop, pertunjukkan, diskusi, event, kuliner, dan belajar bahasa asing. Apabila setiap kecamatan di sekitaran Danau Toba memiliki ruang kreatif masing-masing, maka akan mendukung kemajuan sektor pariwisata Danau Toba semakin tumbuh berkualitas dan berkelanjutan.
Danau Toba mempunyai sejarah panjang yang luar biasa. Memiliki narasi yang berkaitan dengan proses terbentuknya yaitu dari ilmu sains dan legenda masyarakat yang melekat. Potensi sains berkaitan dengan pengembangan edukasi dan penelitian, di mana letusan supervolcano yang meletus 74.000 tahun silam menjadikan Toba sebagai danau vulkanik terbesar di dunia. Adapun keragaman geologi, mahluk hidup dan budaya menjadi sesuatu yang relevan untuk mengembangkan wisata edukasi dan penelitian, baik bagi pelajar, mahasiswa, maupun para ilmuwan dari dalam dan luar negeri.
![]() |
Pengunjung sedang berfoto dengan Sigale-gale |
Wisata MICE di Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Termasuk destinasi Danau Toba yang mempunyai paduan kultur dan alam yang menakjubkan. Dengan menyajikan latar panggung yang alami. Wisata MICE Danau Toba yang dapat dikelola diantaranya festival dan kompetisi musik, seni, paduan suara dalam tingkat internasional. Mengingat banyaknya musisi Indonesia yang berasal dari Tanah Toba. Selain itu, pertunjukkan kisah legenda asal muasal Tao Toba yang epik dan pertujukkan lain yang dapat mengangkat budaya lokal setempat. Kemudian pengembangan sport tourism yang menjual pemandangan sebagai daya tarik seperti olahraga paralayang, balap sepeda, marathon, dan pendakian ultralight.
Wisata gastronomi tidak hanya berkaitan dengan tata boga, namun seni menyiapkan hidangan yang lezat, mengulik sejarah dan budaya makanan, kandungan nutrisi, dan tata saji. Wisata gastronomi dapat dikembangkan sejalan pada dunia kuliner yang sedang digemari wisatawan Indonesia. Berburu kuliner bukan sekadar mecicipi makan, namun juga mendapatkan pengalaman menarik lain di balik kelezatan sebuah hidangan dengan wisata gastronomi.
Toba pun mempunyai beragam kuliner yang menarik untuk dikemas menjadi wisata gastronomi. Diantaranya pengembangan wisata kopi dari kebun sampai menjadi produk minuman kopi. Kemudian sajian kuliner tradisional seperti mie gomak, ikan mas arsik, andaliman, kacang sihobuk, itak gurgur, lappet, ombus-ombus, dan lain sebagainya.
Peringkat Wisata Halal Indonesia berada pada peringkat keempat pada tahun 2021 berdasarkan skoring Global Muslim Travel Index (GMTI) dari total 140 negara. Peringkat ini turun tiga peringkat di mana pada tahun 2019, Indonesia meraih peringkat pertama. Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia memberikan poin plus untuk mengembangkan destinasi wisata halal. Di mana penduduk muslim dapat menjadi penggerak wisata yang terampil dalam mengembangkan wisata halal.
Kriteria destinasi halal diantaranya aksesibilitas, komunikasi pemasaran, lingkungan, dan pelayanan. Dalam indeks GMTI tersebut, Indonesia memiliki keunggulan pada lingkungan dan pelayanan yang layak menyuguhkan wisata halal. Sedangkan untuk askesibiltas dan sarana komunikasi masih perlu ditingkatkan secara maksimal. Wisata halal setidaknya mencakup keamanan, kenyamanan dan terpenuhinya syarat sebagaimana wisatawan muslim saat pergi melancong. Tersedianya makanan halal, fasilitas ibadah, atraksi dan aktivitas yang halal, rekreasi yang memberi ruang privasi, penyediaan toilet dengan ketersediaan air bersih yang memadai, dan minimnya islamofobia merupakan kunci utama pengembangan wisata ini.
Pasar wisata halal adalah pasar yang menjanjikan. Di mana jumlah wisatawan muslim diperkirakan akan kembali normal pada tahun 2023. Sangat mungkin jika Danau Toba ikut mengambil kesempatan mengembangkan wisata halal. Meskipun mayoritas masyarakat di Danau Toba adalah non muslim, hal ini perlu dipertimbangkan berkaitan dengan potensi kunjungan wisatawan dari negara muslim seperti Malaysia, Arab Saudi, UEA dan Timur Tengah lainnya.
Dengan adanya pariwisata halal, restoran halal akan mendapatkan peluang dua kali lebih besar untuk menggaet wisatawan muslim dan non muslim. Terlebih, kunjungan wisatawan asing terbanyak yang datang berkunjung ke Indonesia dan khususnya Provinsi Sumatera Utara berasal dari negeri jiran, Malaysia. Dengan pengembangan wisata halal di Danau Toba maka akan menambah standar kelayakan destinasi Danau Toba untuk maju ke ranah global.