Tampilkan postingan dengan label di indonesia aja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label di indonesia aja. Tampilkan semua postingan

November 30, 2022

Trekking ke Sunan Ambu - Sunrise Spot Kawah Putih Ciwidey

Agenda perjalanan ke Sunan Ibu menjadi momen yang saya tunggu-tunggu karena sudah diagendakan sejak Bulan September lalu namun gagal karena saya sempat bedrest. Aktivitas perjalanan kami mulai sehabis subuh, rencananya. Realisasinya kami berangkat dari penginapan jam 5 kurang kala ufuk mulai mejingga. Untungnya jarak dari tempat kami menuju ke titik poin tidak terlalu jauh. Membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja.

Kami memasuki gerbang Taman Wisata Alam Ciwidey. Suasana pagi itu masih sepi sekali. Melewati pintu masuk kedua lalu belok kiri. Lah jalannya diportal besi. Waduh. Celingak-celinguk menyorot ke pusat informasi tapi masih tutup kantornya. Untungnya ada bapak paruh baya sedang berjalan ke arah kami. Bertanya perihal jam buka dan tiket masuk. Lalu mohon izin untuk masuk kawasan tersebut. Si bapak yang bekerja di perkebunan Perhutani disana mengangkat portal itu, sehingga ada celah untuk motor kami bisa lewat di bawahnya.

Perjalanan berlanjut dengan kondisi terang pagi. Kanan kirinya vegetasi hutan. Akses jalannya ada banyak titik yang sedang dicor, namun hanya setengah sisi dan hanya puluhan meter saja. Sebagain besar kondisinya kurang mulus. Kemungkinan itu jadi alasan mengapa pengunjung yang datang diharuskan menaiki angkot warga lokal untuk menuju kesana dari area parkiran depan.

Tidak jauh untuk sampai di area kebun teh yang letaknya bersebelahan persis dengan glamping camp area. Kami bertemu dengan pekerjanya. Saya sudah lupa namanya. Jelasnya, kami meninggalkan kartu identitas sebelum naik ke atas. Kartu tersebut akan diambil saat membayar retribusi masuk yang harus dibayar di gerbang depan.

Sekilas tentang Sunan Ambu

Sunan Ambu adalah salah satu bagian dari sekian titik puncak Gunung Patuha. Berada di ketinggian 2.343 mdpl. Terdapat sebuah petilasan di atasnya. Letaknya di sebelah barat Kawah Putih. Jika sedang berada di sekitaran kawah, kita akan melihat puncak perbukitan yang menjulang di sebelah kiri. Disitulah titik Sunan Ibu berada. Ditumbuhi batang cantigi yang terbakar dan jenis tumbuhan pakis-pakisan.

Kami memulai pendakian pukul 5.25 di mana langit sudah dominan terang. Apalagi semalam diguyur hujan lebat yang lama. Sisa-sisa awannya masih tersisa. Sorot matahari membuat rona pagi itu agak kelabu. Kami trekking ke atas dengan jalur yang sudah tertata rapi. Tangga bersemen. Lebar jalur 1,5 meteran. Kontur naiknya relatif aman. Jaraknya sekitar 200 meter saja untuk sampai ke puncak. Pada sisi kanan-kiri tangga, vegetasi pakis hutan banyak sekali disela-sela pohon yang meninggi.
Lima menit berjalan, kami sudah sampai di shelter pertama. Disini semacam deck kayu yang pemandangannya sudah wow sekali. Ah serius kawan. Kalau kalian suka berada di ruang alam terbuka, ini beneran indah banget. Kawah putih agak toska di bawah sana. Punggungan bukit dihiasi pepohonan bekas terbakar juga meranggas. Semak rerumputan hijau coklat padu jadi belukar. Suara burung-burung bersiul nyaring. Gudang oksigen nan sejuk. Matahari terus berpendar, walau memang tidak secantik parasnya kala di musim kemarau. Itu tandanya saya kudu balik lagi kesana saat musim penghujan usai.
Kami lanjut naik ke atas. Tangganya makin menanjak berada di bahu bukit. Disini cantigi dan pakis menyambut kedatangan kami. Seperti pager ayu dan pager bagus. Makin ke atas makin cihuy pemandangannya. Apakah ini hukum keindahan muka bumi. Entahlah. Ini hanya perspektif saya yang terkagum-kagum jika melihat apa yang di bawah dari ketinggian.
Rupanya cuma membutuhkan 15 menit saja untuk sampai di titik puncak. Awalnya saya mengira akan berjalan setidaknya satu atau dua jam. Ternyata tidak perlu waktu lama untuk menyaksikan view yang memukau disana. Bayangkan saja. Di sisi barat atau belakang, perkebunan teh Rancabali dengan pola yang rapi. Di sisi timur, perbukitan berlapis-lapis dan beberapa atap gunung menjulang. Berselimut kabut tipis di bagian bawahnya.
Di puncak Sunan Ibu, ada dataran sekian meter persegi. Terdapat petilasan yang ditandai oleh susunan batu. Ada bakaran dupa dan sajen di atasnya. Ditaruh oleh peziaraha atau juru rawat situs disana. Kami sempat bertemu mereka saat melawat di puncak.

Karakterisik lain adalah tidak adanya tumbuhan rapat di puncaknya. Beberapa pohon tumbuh jarang sehingga bisa melihat sudut 360 derajat. Bendera merah putih berkibar di atas plang bertuliskan Puncak Sunan Ibu 2.343 mdpl. Suasananya membuat betah duduk berlama-lama. Menikmati alam semesta. Angin sepoi-sepoi menggerakkan daun-daunan. Udara terhirup segar. Terasa damai dan menenangkan. Alam memang tempat terbaik untuk mencari ketenangan. Memberi energi yang baik dari penatnya kesibukan sehari-hari.
Saya menyusur ke sisi jalur yang arahnya dari pemukiman warga. Disana dipenuhi semak belukar tumbuh merapat. Sedangkan di sisi jurang, cerukan antara dua bukit nampak seperti sabana. Cerukan itu memisahkan antara Sunan Ibu dan puncak Gunung Patuha. Sementara sisa pohon-pohon bekas terbakar menghiasi konturnya yang miring.
Di atas sana selain kami, ada beberapa rombongan pengunjung yang datang pagi itu. Ada yang naik dari jalur belakang dan mereka bermalam disana (camping). Mereka dari Cianjur. Kata mereka butuh dua jam perjalanan untuk sampai ke atas. Melewati jalur rumah warga dan juga perkebunan teh.
Saking betahnya, kami jadi pengunjung yang paling terakhir turun. Dua jam menikmati pemandangan Sunan Ambu memberi kepuasan yang sangat berkesan. Sebenarnya pengen berlama-lama disana. Amat merasa puas dan penuh syukur. Diberi waktu kesempatan melihat tempat indah yang tercipta.

Saat di bawah, kami ngobrol ngalor ngidul dengan si aa' pekerja Perhutani. Sempat disuguhi kopi olehnya. Pun masih antusias dengan perkebunan teh persis di dekat area parkiran.
Kami berjalan menuju kesana. Ada telaga kecil dan ternyata rombongan yang kami temui tadi sedang masak di area telaga. Saat memasuki lorong-lorong kebun teh. Sajian kontur perkebunan kehijauan yang tertata apik.
Di bawah sana, Situ Patenggang dan bangunan tampak kecil seperti miniatur. Langitnya sedikit membiru. Begitu mentari mulai meninggi karena sudah menyoroti wajah kami. Tak lama, kami beranjak menuju ke Kawah Putih (ceritanya bisa dibaca disini).

Share:

Oktober 27, 2022

Wisata Ranca Upas : Kabut, Rintik Hujan dan Sekawanan Rusa

Selamat Hari Blogger Nasional, kawan-kawan blogger. Semoga tetap konsisten ya berbagi informasi yang bermanfaat dalam karya tulisan. Kali ini saya ingin berbagi kisah perjalanan bulan sepuluh tahun 2022. Tepatnya saat libur tanggal merah memperingati Maulid Nabi dua minggu lalu. Saya kembali mengunjungi wisata yang ada di sekitaran Ciwidey, Bandung. Dua tahun sebelumnya saya pernah menginap di eMTe Highland Resort yang lokasinya berseberangan dengan pintu masuk Kawasan Wisata Alam Kawa Putih. 

Part time jadi pawang

Saya memulai perjalanan dari Cilamaya Karawang. Menaiki angkot biru menuju ke Simpang Jomin. Lanjut berpindah angkot menuju Cikopo. Dari Cikopo, saya naik bus Primajasa jurusan Cikarang - Bandung seharga Rp40.000. Saya turun di terminal Leuwi Panjang. Sayangnya, naik transportasi publik ini membuat perjalanan menjadi lebih santai dan lama sampainya karena bus keluar masuk tol di Purwakarta dan sesekali masuk ke rest area untuk mengangkut/menurunkan penumpang. Pengalaman naik transportasi umum ini saya tuliskan disini. Saya berangkat dari kost sekitar pukul 8.30 pagi. Kondisi Tol Cipularang saat itu cukup padat pula dipenuhi mobil berplat B. Cuaca mendung menyelimuti langit di sepanjang jalan tol. Setibanya di terminal Leuwi Panjang jam 12 siang, saya langsung pesen grab menuju ke Sate Jando Gasibu. 

Udara Bandung siang itu mendung putih kelabu. Hawanya tidak pengap seperti di Karawang. Terasa adem meskipun di luar pas siang bolong. Bisa jadi karena relatif banyaknya pohon di sempadan jalan. Ditambah banyaknya ruang publik yang tersedia. Sampainya di Sate Jando, saya bertemu dengan Fajar yang sudah datang lebih dulu. Ia mengantre disana sedari jam 11 kurang. 

Mula cerita, kami sudah mengagendakan untuk hiking ke Sunan Ibu sedari lama. "akhirnya kejadian juga ya Jar." Sebelum berangkat, kami mengisi perut lebih dahulu. Sedikit informasi, Sate Jando ini pernah viral di sosial media. Hampir selalu ramai pengunjung. Tersedia menu sate jando (lemak sapi), sate sapi dan sate ayam. Saya mencoba sate campurnya. Dengan baluran bumbu kacang yang agak pedas manis, tentu lezat rasanya. Bakul sate ini buka hingga jam 5 sore. Siap-siap untuk antre lama ya, terlebih saat weekend. Antriannya mengular.

Perjalanan pun dimulai. Kami melewati Margaasih, nyebarang tol ke arah Taman Kopo Indah, berhenti sebentar di Masjid Jami Nurul Huda, lanjut ke arah ke Stadion Jalak Harupat, sampai di Soreang dan terus melaju ke Pasir Jambu. Kontur jalanan semakin menanjak kala memasuki area Ciwidey. Beruntungnya cuaca di perjalanan sangat mendukung. Berdasarkan prakiraan cuaca, hujan akan turun sore menjelang malam hari. Awan putih sudah menyelimuti kolong langit di atas kami. Udara semakin terasa dingin mengenai kulit. Satu jam setengah laju perjalanan dengan motor matic Beat Street. Kami tiba di Reddoorz near Kawah Putih Ciwidey sekitar pukul tiga sore. Ulasan mengenai penginapan bisa kalian baca disini.

Singgah sebentar menaruh barang. Istirahat sejenak meregangkan badan. Melihat pemandangan di balkon belakang. Rumah-rumah penduduk diantara lembah perbukitan yang berundak. Cukup menarik untuk difoto. Meski menurut Fajar, pemandangan itu pun udara disana hampir sama seperti di sekitar rumahnya di Cianjur. Membuat malas bergerak karena dingin. Hahaha.

Selepas ibadah sholat ashar lanjut pergi menuju ke penangkaran rusa Ranca Upas. Sore sekitar pukul empat, masih banyak pengunjung yang masuk ke kawasan penangkaran ini. Dengan bus, mobil pribadi juga kendaraan motor. Tak sedikit dari mereka membawa peralatan camping dengan tas gunung. Di gerbang pos, petugas menagih tiket masuk. Dua orang dengan kendaraan motor dipatok sebesar Rp58.000. Tarif ini berbeda apabila kalian hendak berkemah. Selain penangkaran rusa, disana ada juga onsen, igloo camp dan penginapan  ala-ala cabin di bawah rindang pepohonan.

Jalan tapak di penangkaran. Rumput ijo-ijo aja estetik.

Masuk ke area penangkaran, kalian akan menaiki bangunan semi permanen kayu. Di dalamnya, kita bisa membeli wortel untuk memberi makan rusa. Harga satu ikatnya 10 ribu. Ada juga yang dijual seharga 20 ribu. Jadi bangunan ini seperti ruang balkon memanjang sebelum menurun masuk ke penangkaran. Seketika turun dari tangga. kawanan rusa timor akan reflek mendekati kita apabila membawa wortel. Seolah wortel sudah menjadi menu favorit sehari-hari mereka. Sangat lahap sekali. Satu potongan wortel bisa dilahap dalam sekejap saja. 

Rusanya ada yang bertanduk. Kalau diamati seperti ranting kayu. Bercabang meruncing ke bagian atas kanan dan kiri. Bagus bentuk polanya. Ada yang lapuk juga loh ternyata. Bisa jadi sudah berumur atau karena rusa jantan suka adu kekuatan dengan tanduknya. Beberapa ada yang kulitnya terluka. Jadi menurut informasi yang saya baca, rusa bertanduk itu yang jantan, begitu kebalikannya rusa betina tidak memiliki tanduk. Bulu rusa berwarna sama seperti warna bajing/tupai. Lebih dominan kecoklatan.

Saat kami disana, sebagian rusa ada yang duduk bersantai. Seolah mager-mageran memejamkan mata. Ada pula yang mengejar wortel di tangan wisatawan. Lalu ada yang dijadikan obyek foto oleh wisatawan. Dan mereka punya insting. Jika diajak foto tanpa diberi wortel, mereka akan cuek dan tak acuh dengan pengunjung yang mendekatinya. Berbeda dengan wisatawan yang memberi wortel, mereka akan welcome untuk diajak berfoto. Berkunjung Ranca Upas seru sekali. Terlebih jika membawa anak-anak untuk berinteraksi dengan hewan yang cenderung jinak ini. Namun tetap hati-hati ya, mereka juga bisa agresif menanduk pengunjung. Saya melihat ada wisatawan yang dikejar dan ditanduk hingga tergopoh.

Di pematang sekitar penangkaran, padang rumput berparas kehijauan tumbuh sangat alami sekali. Pohon-pohon tumbuh rapat di perbukitan yang nampaknya kabut semakin pekat. Terbawa angin. Bergerak dramatis. Tentu kalian pernah melihat kabut yang menambah suasana semakin terasa syahdu.  Momen sendu yang saya saksikan kala sore itu. Beberapa tenda berwarna-warni terpasang di padang rumput dekat pepohonan nan jauh sana.

Lama kemudian, titik-titik air membasahi tanah Ranca Upas. Hujan lebat membuat rembesan air hujan menguapi aroma bau tanah. Mungkin ditambahi campuran bau kotoran rusa pula. Beruntungnya tereduksi dengan oksigen juga tanaman yang tumbuh subur disana. Udaranya jadi segar nan sejuk. Hawa dingin menjulur ke sekujur kulit. Setengah jam sudah, derasnya titik air yang jatuh mulai merintik. Kami pun menunggu momen hujan di kala senja. Suasana makin damai saat bersama nuansa alam.

Ketika hujan mereda menjelang masuk waktu maghrib. Kami keluar taman penangkaran. Mlipir sebentar ke warung kopi gunung. Kafe estetik diantara pohon-pohon tinggi besar. Kabut sehabis hujan dengan rintik sedu mendayu gelap malam yang akan tiba. Kami minum kopi sebentar untuk menghangatkan badan. Segelas kopi dan sepiring mendhoan. Lantas hujan mendera kembali dengan intensitas yang semakin deras. Menunggu satu jam lamanya namun tak kunjung reda. Akhirnya kami menerobos rintik yang tersisa sedikit. Nyatanya perkiraan kami salah besar. Jalan ke bawah dekat penginapan,  hujan justru masih turun amat deras. Pakaian dan sepatu kami basah kuyup karena hanya memakai jas hujan satu dibagi dua. Saya memakai bagian atasnya. Sedang Fajar memakai bagian celananya. Masih ada untungnya, ada air hangat di penginapan.

Sekian cerita saya berkunjung ke Ranca Upas. Mari menunggu kisah perjalanan berikutnya ke Sunan Ibu. Selamat malam. 


 

Share:

September 04, 2022

Trekking Tektok ke Gunung Papandayan

View Papandayan dari Taman Edelweiss
Kesan beberapa orang setelah tahu kalo gue balik solo trekking ke Papandayan langsung nanya begini,"kok berani sih ke hutan sendirian?". "itu kan gunung bro, ya kalau rame-rame sih oke." "ke gunung sendirian? emang gak takut?".

Gue cuma jawab, "lah emang kenapa? lagi gue juga tektok, gak camping di atas. Lagi juga Papandayan juga trek pendek, rame yang kesana. Kecuali gue camping ke puncak ya, itu mah emang baiknya ramean ya."

Petualangan Dimulai

Agenda trekking ke Papandayan ini udah lama banget masuk ke wishlist destinasi #DiIndonesiaAja. Selain pengen nyobain KA Cikuray yang baru diresmikan jalur keretanya di Maret tahun ini. Buat kalian warga Jabodetabek, mau ke Garut bisa banget naik kereta ini. Sayangnya jadwal perjalanan kereta ini masih satu kali perjalanan dan jadwalnya kurang fleksibel. Berangkat dari Pasar Senen 17.55 pas maghrib sampai di Garut itu pukul 00.53 dini hari. Sedangkan jadwal keberangkatan dari Garut pagi banget pukul 07.05 dan sampai di Pasar Senen 13.32 siang. Jadi kalau kalian mau kesana, minimal meluangkan waktu 3 hari atau bisa saja dua hari namun pulangnya naik dari Stasiun Leles dengan kereta Serayu.

Di Garut gue nginep di Pondok Kost Aulia, booking online di Traveloka. Ini rumah kost-an. Untungnya gue udah konfirmasi ke pemilik kost bakalan sampe tengah malam. Dan bener gue baru sampe sana jam 1 malam. Rumahnya udah ditutup pagernya. Akhirnya gue nunggu di sofa depan rumahnya dan gak lama bapaknya kebangun soalnya gue telepon berkali-kali, sorry banget ya pak.

Niatnya mau jalan sehabis subuh, eh baru keluar penginapan jam 9. Ngegojek ke tempat penyewaan motor lalu cus ke arah Papandayan. Dari pusat kota sekitar satu jam untuk sampai kesana. Aspal jalanan kota ini terbilang kurang baik sebab banyak jalan-jalan yang ditambal dan tidak sedikit yang berlubang. Terlebih ketika memasuki jalan pertigaan ke kanan, desa tepat di bawah kaki Papandayan, jalannya banyak yang kurang alus atau layak. Hanya beberapa ratus meter memasuki kawasan wisata saja yang jalannya mulus.

Wisata Gunung Papandayan terbilang ramai siang itu. Banyak rombongan ibu-ibu naik bis. Dan melasnya, bisnya gak nanjak sampai ke area parkiran. Jadi lah mereka jalan sampai ke area parkiran. Dan gue sampai sekitar pukul setengah sebelas siang. Setelah membayar retribusi seharga Rp30.000 untuk pengunjung nusantara, ditambah biaya masuk roda dua Rp14.500. Jadi total biaya masuk ke gunung ini sebesar Rp44.500. 

View Papandayan dari Menara Pandang
Area parkirannya cukup lapang. Banyak warung berjejeran menjajakan makanan. Saya pun menuju ke menara pandang untuk melihat-lihat sekitaran. Mengarah ke arah kawah bekas letusan tahun 2002. Gunung Papandayan mengeluarkan asap belerang yang putih mengudara. Beberapa lubang kawah yang terpencar mengeluarkan asapnya masing-masing. Waaahh, punggungan bukit menjulang di sisi kirinya. Sedangkan punggungan kaki gunung berwarna seperti tanah liat dan belerang, nampak merah kecoklatan. Saya pun tidak sabar untuk segera mendaki ke atas sana.

Jalur pendakian menuju Kawah - sebelah kanan ada Tebing Sunrise
Siang sebentar lagi sudah waktu dzuhur, saya makan sebentar di salah satu warung yang penjualnya seorang ibu paruh baya. Disana saya makan ayam goreng dan lalapan. Bincang sekenanya dengan ibu yang menjelaskan apa saja yang harus saya datangi. Ia menyarankan untuk ke taman bunga dan kolam air hangat lebih dulu. Sebab kalau menanti turun, biasanya pengunjung sudah lelah.

Lepas setelah makan, saya ibadah sebentar dan setelahnya menuju ke taman edelweiss yang dibudidayakan dengan beberapa bunga-bunga dan pohon cantigi. Tamannya berada dekat dengan cottages/penginapan. Terdapat pula masjid, toilet dan gazebo untuk bersantai. 

Udara disana segar sekali tentunya dengan kualitas air yang bersih pula. Saya merasa betah sekali, meskipun masih berada di bawah, pemandangan di sekitaran yang juga sangat indah memanjakan mata.

Tepat jam 12 lebih sekian menit, saya mulai berjalan santai menuju ke atas. Jalanan aspal menanjak sedikit berakhir ke jalanan tanah pegunungan. Matahari cukup terik kala itu, namun awan sedikit menutupi setengah bagian atas area disana. Saya merasa hangat dan angin yang berhembus memberi suasana kesejukan. Di sisi bawahnya, langit biru sedikit memberikan warna langit menjadi kontras. Saya trekking sendiri dan bersama pendaki lain yang hendak berkemah. Pengunjung lain tak sedikit juga yang tektok untuk sekadar melihat-lihat kawah. 

Tebing batuan yang di peta disebut dengan Tebing Sunrise ada di sebelah kanan. Bekas kontur gunung yang sudah runtuh menyisakan sedikit bagian menjulang ke atas. Aliran air gemericik di sela-sela antara celah gunungan yang berasal dari kawah atau hulu gunung. Bekas belerang tampak ada dimana-mana. Bekas lubang kawah kecil pun masih tampak terlihat menganga. Ada banyak sekali. Sementara cerukan gunung di ujung kiri tampak lebih panjang mungkin di sisi itulah puncak gunung ini berada. Warna coklat kehijauan, kokoh dan membentengi kawah.

Trek pendakian menuju ke Kawah & Bunderan
Sesekali menghela nafas dan mengatur jejak langkah. Saya masih bersemangat untuk menuju ke hutan mati. Saya beristirahat sebentar setelah menaiki jalur agak menanjak. Tepat setelah posko ojek masyarakat lokal, terdapat gazebo kecil di atasnya. Disana saya beristirahat sebentar. Salam sapa sebentar dengan pengunjung lainnya yang juga beristirahat. 10 menit berlalu, saya melanjutkan perjalanan. Jalur menurun sedikit saja, lalu menanjak lagi. Sampailah saya di bunderan alias pertigaan. Saya mengambil jalan ke kiri mengarah ke hutan mati. Kalau mengambil arah ke kanan akan lebih jauh lagi jaraknya menuju ke Ghober Hoet. Bisa selisih sejam sendiri jika memilih jalur ke kanan.Jalanan setapak mulai terus menanjak. Sebelah kiri areal kawah masih mengepul asapnya. Sebenernya saya mencari-cari keberadaan Danau Kawah Biru namun tidak menemukan jalur mengarah kesana. Kalau diperhatikan, di seberang sana ada semacam cerukan di sebelah kawah. Bisa jadi itu tempatnya meski kurang yakin juga. Saya memperhatikan jalur setapaknya memang terlihat seperti garis tapak yang bekas dilewati, namun entah bercabang dimana untuk menuju kesana. 
Trek menuju ke Hutan Mati


Saya terus melanjutkan perjalanan ke atas. Melewati varietas pohon cantigi di kanan kirinya. Pohon ini tumbuh meninggi sekitar dua hingga tiga meter. Sepi, hanya satu-dua orang yang lewat. Makin naik ke atas. Terasa juga ngos-ngosan melewati anak tangganya. Akhirnya saya mencapai atasnya. Dan memasuki areal hutan mati yang menyajikan warna putih dan bekas pohon cantigi yang terbakar. Menyisakan batang pohon yang masih menancap di dalam tanah. Ini alami sekali kawan. Arealnya pun cukup luas. Kalau tidak salah, ini lukisan alam bekas letusan 2002. Kepulan asap atau kabut terbang di atas pepohonan gunung.

Hutan Mati

Disini saya bertemu beberapa pengunjung yang hendak kemah ke Pondok Saladah. Kalau di peta, Pondok Salah bersebelahan dengan hutan mati letaknya. Tidak terlalu jauh jaraknya. Saya mengabadikan foto dan momen sebentar di hutan mati. Sembari berjalan, terus mengarahkan kaki menuju Pondok Saladah. Lurus terus ke depan lalu berbelok ke arah kanan. Disini, tumbuhan pakis dan pohon-pohonnya lebih rapat. Suasana gelap nan sepi pun terasa sekali. Setelah berjalan, terus mengikuti jalurnya, akan menemukan arah ke Pondok Saladah. Akan mulai banyak tumbuhan edelweiss dan tumbuhan khas ketinggian lainnnya. Betul saja tak jauh, sampai juga saya di Pondok Saladah. Sebuah area tanah lapang yang luas. Tempat para pendaki mendirikan tenda untuk bermalam sebelum melihat sunrise di Tegal Alun, ladang edelweiss terbesar di Asia Tenggara.

Pondok Saladah
Di Pondok Saladah, ada banyak warung berjejeran. Jadi cukup tenang sekali kalau mau istirahat dan ngemil makan disana. Ada sumber air yang memadai, toilet dan musholla. Banyak tenda sudah berdiri disana. Pengunjung bercengkerama dengan teman-kawan pendakiannya. Kita bisa pula menyewa tenda disana atau memakai jasa porter yang ditawarkan warga lokal. Saya makan bubur kacang ijo dan gorengan sebentar. Lalu berkeliling di sekitaran area itu. Mengambil foto dan momen. Menghirup udara segar dan sharing dengan penjual warung. Ia banyak melihatkan foto galaksi bimasakti yang cukup keren dipotret dari lokasi itu. Menceritakan banyak hal tentang area disana, seperti padang savana yang kala musim kemarau menjadi lokasi kawin macan-kumbang atau hewan penghuni hutan Papandayan. Ia pun menceritakan kalau sekarang jarang pendaki yang ke puncak sebab jalurnya sudah sulit dilalui. Paling kebanyakan pendaki menuju ke Tegal Alun atau melihat sunrise di Ghober Hoet.

Trek dari Hutan Mati menuju Pondok Saladah
Vibes Papandayan memang asyik sekali. Suatu saat saya akan kembali dan camping di gunung ini. Tak lama, saya pun bergegas untuk pulang jam tiga kurang. Kabut mulai turun di antara semak-pohon di punggungan gunung yang masih rapat dengan tumbuh-tumbuhan. Sampainya di hutan mati, pengunjung masih ramai berpencar berfoto-foto disana. Saya singgah sebentar lalu melanjutkan turun ke bawah. Selama di perjalanan turun, saya banyak bertemu pengunjung yang baru akan naik ke atas. Saya pun menyemangati mereka yang terlihat sudah kelelahan ketika melewati anak tangga dan jalur pendakian. Satu jam lebih, saya pun tiba di pos pendakian awal. Wahhhh seru sekali mendaki tektok di gunung ini. Mata yang selalu dimanjakan dengan pemadangan yang sangat indah dan alami. Semoga saja saya bisa balik lagi ke Taman Wisata Alam Gunung Papandayan!
Kawah Papandayan yang memencar dimana-mana

Share:

Oktober 16, 2021

Kenangan Berlibur ke Danau Toba

April 2021 lalu, saya berkesempatan mengunjungi Danau Toba setelah sekian lama mengimpikan destinasi satu ini ke dalam wishlist saya. Saya berangkat dari YIA menuju Kuala Namu. Singgah di Kota Medan lalu memulai perjalanan dari sana. Dari Medan, saya berangkat menggunakan kendaraan KPT (Kevin Pratama Trans) bersama teman saya menuju ke Parapat dengan tarif Rp45.000. Sampainya di Parapat, kami menginap di Hotel Sedayu yang saya pesan melalui online.
Lanskap Kaldera Toba dari Tele

KMP Ihan Batak

Esok harinya, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Samosir melalui Pelabuhan Ajibata. Kami menaiki KMP Ihan Batak untuk menyebrang ke Pelabuhan Ambarita. Tarif untuk orang dewasa adalah Rp10.000 , sedangkan kendaraan motor sebesar Rp15.000.

Penyebrangan kala itu cukup ramai dipenuhi wisatawan lokal. Geladak kapal dipenuhi kendaraan roda empat dan roda dua yang hendak ke Samosir. Kapal yang saya naiki dikelola oleh PT. ASDP Indonesia Ferry. Kapalnya tergolong bagus dan tampak baru. Dilengkapi fasilitas ruang utama, deck luar, toilet dan kantin yang membuat saya merasa nyaman berada disana Penyebrangan ke Samosir ditempuh selama satu jam lamanya.

Tiba di Pelabuhan Ambarita
Sampai di Samosir, saya mulai terpukau dengan lanskap alamnya. Jalanan di pulau itu sangat halus dan lebar. Dengan kontur berkelok. Di sebelah kanan pemandangan danau, sedangkan pada sisinya perbukitan Samosir. Tujuan pertama, kami mampir ke Masjid Al Hasanah di Pangururan untuk beribadah sholat Jumat. Sebelum berangkat. saya mencari informasi dan lokasi masjid melalui G-Maps yang hanya ada satu-satunya di Pulau Samosir.

 Masjid Al-Hasanah

Selesai ibadah, kami berangkat ke Menara Pandang Tele. Perjalanan ke Tele, topografi yang dilalui adalah perbukitan dengan tanaman rerumputan dan sebagian pohon besar. Jalan yang dibangun berkelok-kelok mengikuti punggungan bukit. Tampak Pusuk Buhit meninggi nan cantik. Saya terkagum dengan lanskap yang terpampang disana.

Tak lama kami sampai di Spot Tele. Dari sini, kami memandang Pulau Samosir dari arah barat yang menghadap ke Bukit Sibea-bea. Pada sisi kanan, bukit yang megah meninggi dan tampak datar pada bagian atasnya. Pada satu bagian di bawahnya, terdapat sebuah air mengalir jatuh tepat diantara apitan bukit. Pemandangannya sangat indah sekali.

Destinasi selanjutnya menuju ke Bukit Sibea-bea. Lokasi ini viral di media sosial karena lanskapnya yang apik. Pengembangan wisata religi sedang dibangun yakni Patung Yesus sebagai atraksi yang melengkapi pesona Danau Toba dari Kecamatan Harian. Akses jalan yang berkelok-kelok di atas bukit menjadi spot yang menarik pula untuk menangkap momen. Lagi-lagi saya terkagum dengan Wonderful-nya Indonesia di Tanah Toba.

Pengunjung sedang berfoto di depan Patung Yesus
Air Tejun Efrata
Tidak jauh dari Sibea-bea, kami pergi ke Air Terjun Efrata yang kami lihat dari atas Puncak Tele. Air terjun ini menyuguhkan pesona dengan debit air berwarna kecoklatan yang cukup deras. Pada bagian dasar sungainya tidak terlalu dalam. Di sekeliling areanya, pepohonan hijau meranggas tumbuh diantara bukit. Awan putih dengan paduan langit biru menambah keeksotisan air terjun ini. 

Sayangnya akses menuju lokasi ini, jalanan warga yang kami lewati rusak berbatu. Banyak pula, batuan besar berserakan di tengah area ladang persawahan tersebut. Aktivitas penduduk lokal sedang bertani. Saya sangat kagum dan ingin lama-lama berada disana. Di bawah ujung jalan sana, jutaan kubik air mengisi pandangan mata saya.

Destinasi Desa Tomok khas dengan rumah adat bolon dan pertunjukkan Patung Sigale-gale. Sebelum mencapai lokasi ini, kami melewati pasar oleh-oleh khas Pulau Samosir. Beragam kriya dan kuliner bisa kita temukan di tempat ini. Sore itu, hanya sedikit wisatawan saja yang ada disana. Kami menikmati pertunjukkan sigale-gale. Musik gondang sembilan menjadi pengiring tarian tor-tor yang dibawakan pengunjung. Kami turut memakai kain ulos mencipta momen yang berkesan.

Desa Wisata Tomok pasca Covid-19

Seharian mengelilingi Pulau Samosir memberikan pengalaman indah dalam hidup saya. Bahkan saya ingin sekali untuk kembali lagi ke Danau Toba. Mengunjungi destinasi lainnya yang belum sempat saya singgahi. Toba tak hanya sebongkah Pesona Indonesia di Pulau Sumatera, namun lebih dari sekadar itu. Toba berpotensi maju menjadi destinasi yang berkelas jika dikemas dengan baik dan tepat. Pada akhirnya Toba akan mewarisi alam budayanya bagi wisatawan dunia.

Patung Yesus Kecil Bukit Sibea-bea
Jalanan berkelok Bukit Sibe-bea

Kaldera Toba : Destinasi Super Prioritas Untuk Menjadi Destinasi Global

Danau Toba tak sekadar menyajikan pemandangan alam yang biasa. Lanskap Kaldera Toba tidak diragukan lagi keindahannya. Dari sisi manapun wisatawan berpijak, pengunjung bisa mendapatkan sudut pandang yang berbeda-beda. Budaya yang ditawarkan pun sangat menarik. Kearifan lokal dan budaya Batak melekat berdampingan dengan kehidupan masyarakatnya. Masyarakat yang tersebar di tujuh kabupaten sekitaran Danau Toba sejak dulu melestarikan tradisi leluhur mereka sehingga Heritage of Toba dapat eksis di masa kini hingga untuk generasi selanjutnya.

Pemandangan Danau Toba dari Bukit Sibea-bea

Pesona Danau Toba sebagai warisan dunia semakin nyata dengan label “UNESCO Global Geopark” pada tanggal 2 Juli 2020. Sertifikasi tersebut menjadi langkah awal yang positif untuk menyusun strategi pengembangan destinasi yang akan diterapkan. Dengan adanya pengakuan ini, Danau Toba diharapkan akan semakin berkembang. Menyolek potensinya dengan peningkatan sumber daya manusia yang berdaya saing. Berinovasi dan berkreativitas sebagai destinasi super prioritas. Mempersiapkan destinasi yang ada di Danau Toba sebagai pilihan tujuan wisata yang memikat. Lantas kemudian bersiap untuk menjadi destinasi global yang berkualitas dan berkelanjutan.

Konsep pariwisata berkualitas dan berkelanjutan merupakan hal penting yang harus diterapkan. Konsep ini mengacu keberpihakan akan lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi agar berjalan secara beriringan dan seimbang. Hal ini merupakan wujud gagasan Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah disepakati negara-negara dunia. Bertujuan untuk menjaga eksistensi pariwisata masa kini, masa depan dan untuk generasi mendatang.

Setelah ditetapkan menjadi salah satu destinasi super prioritas oleh pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Berbagai pengembangan dilakukan sampai dibentuk suatu Badan Otoritas Pengembangan Danau Toba (BOPDT) untuk mengelola destinasi yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi lokal. Aksesibilitas, amenitas, kualitas sumber daya lokal, industri kreatif, dan atraksi wisata digeber dalam beberapa tahun terakhir. Keseriusan pemerintah menggarap Danau Toba dilakukan sebagai upaya untuk mempersiapkan Danau Toba sebagai destinasi wisata yang berkualitas dan berkelanjutan.

Strategi pengembangan Danau Toba oleh pemerintah sudah cukup baik meskipun belum memberi keuntungan yang optimal. Upaya tersebut diantaranya dimulai dengan penguatan konektivitas dan infrastruktur dengan dibukanya Bandara Internasional Silangit. Pembangunan dermaga dan penyediaan kapal penyebrangan KMP Ihan Batak. Pengembangan wisata nomad yang menyasar milenial dengan wisata glamping dan desa wisata. Strategi tersebut dilakukan agar tetap menggenjot geliat pariwisata di kancah nasional.

Upaya pemerintah sempat mengalami tantangan dengan munculnya wabah Coronavirus. Wabah ini berdampak pada anjloknya kuantitas wisatawan lokal maupun mancanegara. Yang mana mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada lini bisnis pariwisata. Pemerintah dengan sigap membangkitkan kembali gairah sektor ini. Kiat yang dilakukan seperti Beli Kreatif Danau Toba yang mengkampanyekan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia untuk menyelamatkan para pelaku ekonomi kreatif dalam menghadapi pandemi. Selain itu, penerapan protokol CHSE yakni kebersihan (cleanliness), kesehatan (health), kemanan (safety), dan kelestarian lingkungan (environment sustainability) pada suatu destinasi wisata merupakan hal yang wajib diterapkan sehingga pelaku wisata dan wisatawan dapat beradaptasi di era pandemi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan rasa aman, nyaman, dan pulang dengan membawa kenangan yang berkesan.

Kampanye berwisata dengan tagar #DiIndonesiaAja pun turut digaungkan untuk membangkitkan gairah sektor pariwisata Indonesia pasca pandemi. Potensi wisatawan domestik memberi semangat baru terhadap pelaku wisata dan ekonomi kreatif.  Meskipun turun sebanyak 30% dari tahun 2019, total wisatawan lokal pada tahun 2020 sejumlah 198.246.000 adalah peluang yang sangat menjanjikan. Strategi ini diharapkan akan memberikan hasil yang positif. Namun yang perlu dihadirkan adalah strategi ciamik apa yang harus dipromosikan sehingga mampu menarik pasar wisatawan domestik yang sebelumnya suka bepergain ke luar negeri menjadi beralih untuk menjejalah destinasi dalam negeri. Terlebih Indonesia memiliki segudang destinasi apik yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

Pengembangan Kawasan Danau Toba yang Berkualitas dan Berkelanjutan

  • Kaldera Toba Trail

Point of interest Kaldera Toba terdapat pada suguhan alam dan budayanya. Pada kesempatan berkunjung ke Danau Toba pada Bulan April lalu, saya melewatkan kesempatan melihat lanskap Tao Toba dari sisi barat secara keseluruhan. Sebelumnya saya melihat ulasan di Google Maps yang menunjukkan foto masing-masing destinasi yang ada disana.

Pusuk Buhit, pemandangan menuju ke Tele

Menurut saya, jalur pendakian dari sisi barat menawarkan wisatawan dengan pemandangan yang luar biasa jika dieskplorasi. Pendakian ini ditujukan kepada pegiat wisata alam khususnya wisatawan milenial. Pengembangan jalur pendakian dapat dibuat dari titik awal Paropo, Pulau Silalahi, berlanjut ke Bukit Pemandangan Pulau Tulas, kemudian ke Pusuk Buhit, mengarah ke Sibea-bea, Bukit Holbung, Batu Maroppa, berakhir di Bukit Sipatungan. Jalur pendakian dikombinasikan dengan melewati punggungan bukit, jalan pedesaan, dan ladang pertanian warga. Dibutuhkan pula, pembangunan shelter untuk tempat beribadah dan tempat istirahat di setiap spot tertentu. 

Jika dirunut dari Google Maps, jarak antara Paropo menuju ke Sipatungan membutuhkan waktu selama 20 jam perjalanan dengan jarak tempuh 91 km. Sedangkan jika diambil dari titik Bukit Pulau Tulas akan membutuhkan waktu 11 jam perjalanan dengan jarak tempuh 46 km. Jarak ini merupakan estimasi sementara karena jalurnya masih menggunakan acuan jalan raya.

Hal yang akan didapatkan wisatawan selama melewati jalur pendakian diantaranya akan menemukan keragaman pesona wisata Danau Toba baik dari segi alam, budaya, sosial, kuliner, dan tentunya pengalaman yang sangat berkesan. Apalagi kontur perbukitan di area ini masih tergolong bersahabat untuk didaki wisatawan dengan rata-rata ketinggian bukit mencapai 1.000 – 2.000 mdpl.

Dengan dibangunnya jalur pendakian tersebut akan mendorong peran aktif masyakarat lokal agar bekerja sama, menumbuhkan kreativitas dan inovasi wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada dengan baik sehingga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar.

  • Ruang Kreatif

Sektor pariwisata tumbuh berkualitas dan berkelanjutan jika didukung oleh sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Sedangkan sumber daya manusia dapat menjadi unggul jika berproses dan terus dididik dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan tersedianya ruang kreatif untuk penduduk lokal di Kawasan Danau Toba sebagai tempat masyarakat dan wisatawan saling belajar, bertukar pikiran, mengembangkan ide, inovasi dan kreativitas.

Dengan munculnya fasilitas publik yang mendukung dan adanya fasilitator penggerak maka akan berdampak baik untuk menghasilkan pelaku wisata dan artisanal yang handal. Ruang kreatif ini nantinya dapat dijadikan semacam lokasi workshop, pertunjukkan, diskusi, event, kuliner, dan belajar bahasa asing. Apabila setiap kecamatan di sekitaran Danau Toba memiliki ruang kreatif masing-masing, maka akan mendukung kemajuan sektor pariwisata Danau Toba semakin tumbuh berkualitas dan berkelanjutan.

  • Pengembangan Edukasi, Penelitian, & MICE

Danau Toba mempunyai sejarah panjang yang luar biasa. Memiliki narasi yang berkaitan dengan proses terbentuknya yaitu dari ilmu sains dan legenda masyarakat yang melekat. Potensi sains berkaitan dengan pengembangan edukasi dan penelitian, di mana letusan supervolcano yang meletus 74.000 tahun silam menjadikan Toba sebagai danau vulkanik terbesar di dunia. Adapun keragaman geologi, mahluk hidup dan budaya menjadi sesuatu yang relevan untuk mengembangkan wisata edukasi dan penelitian, baik bagi pelajar, mahasiswa, maupun para ilmuwan dari dalam dan luar negeri.

Pengunjung sedang berfoto dengan Sigale-gale

Wisata MICE di Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Termasuk destinasi Danau Toba yang mempunyai paduan kultur dan alam yang menakjubkan. Dengan menyajikan latar panggung yang alami. Wisata MICE Danau Toba yang dapat dikelola diantaranya festival dan kompetisi musik, seni, paduan suara dalam tingkat internasional. Mengingat banyaknya musisi Indonesia yang berasal dari Tanah Toba. Selain itu, pertunjukkan kisah legenda asal muasal Tao Toba yang epik dan pertujukkan lain yang dapat mengangkat budaya lokal setempat. Kemudian pengembangan sport tourism yang menjual pemandangan sebagai daya tarik seperti olahraga paralayang, balap sepeda, marathon, dan pendakian ultralight.

  • Wisata Gastronomi

Wisata gastronomi tidak hanya berkaitan dengan tata boga, namun seni menyiapkan hidangan yang lezat, mengulik sejarah dan budaya makanan, kandungan nutrisi, dan tata saji. Wisata gastronomi dapat dikembangkan sejalan pada dunia kuliner yang sedang digemari wisatawan Indonesia. Berburu kuliner bukan sekadar mecicipi makan, namun juga mendapatkan pengalaman menarik lain di balik kelezatan sebuah hidangan dengan wisata gastronomi.

Toba pun mempunyai beragam kuliner yang menarik untuk dikemas menjadi wisata gastronomi. Diantaranya pengembangan wisata kopi dari kebun sampai menjadi produk minuman kopi. Kemudian sajian kuliner tradisional seperti mie gomak, ikan mas arsik, andaliman, kacang sihobuk, itak gurgur, lappet, ombus-ombus, dan lain sebagainya.

  • Pengembangan Wisata Halal

Peringkat Wisata Halal Indonesia berada pada peringkat keempat pada tahun 2021 berdasarkan skoring Global Muslim Travel Index (GMTI) dari total 140 negara. Peringkat ini turun tiga peringkat di mana pada tahun 2019, Indonesia meraih peringkat pertama. Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia memberikan poin plus untuk mengembangkan destinasi wisata halal. Di mana penduduk muslim dapat menjadi penggerak wisata yang terampil dalam mengembangkan wisata halal.

Kriteria destinasi halal diantaranya aksesibilitas, komunikasi pemasaran, lingkungan, dan pelayanan. Dalam indeks GMTI tersebut, Indonesia memiliki keunggulan pada lingkungan dan pelayanan yang layak menyuguhkan wisata halal. Sedangkan untuk askesibiltas dan sarana komunikasi masih perlu ditingkatkan secara maksimal. Wisata halal setidaknya mencakup keamanan, kenyamanan dan terpenuhinya syarat sebagaimana wisatawan muslim saat pergi melancong. Tersedianya makanan halal, fasilitas ibadah, atraksi dan aktivitas yang halal, rekreasi yang memberi ruang privasi, penyediaan toilet dengan ketersediaan air bersih yang memadai, dan minimnya islamofobia merupakan kunci utama pengembangan wisata ini.

Pasar wisata halal adalah pasar yang menjanjikan. Di mana jumlah wisatawan muslim diperkirakan akan kembali normal pada tahun 2023. Sangat mungkin jika Danau Toba ikut mengambil kesempatan mengembangkan wisata halal. Meskipun mayoritas masyarakat di Danau Toba adalah non muslim, hal ini perlu dipertimbangkan berkaitan dengan potensi kunjungan wisatawan dari negara muslim seperti Malaysia, Arab Saudi, UEA dan Timur Tengah lainnya.

Dengan adanya pariwisata halal, restoran halal akan mendapatkan peluang dua kali lebih besar untuk menggaet wisatawan muslim dan non muslim. Terlebih, kunjungan wisatawan asing terbanyak yang datang berkunjung ke Indonesia dan khususnya Provinsi Sumatera Utara berasal dari negeri jiran, Malaysia. Dengan pengembangan wisata halal di Danau Toba maka akan menambah standar kelayakan destinasi Danau Toba untuk maju ke ranah global.

Share:

Instagram